“Pagi semua,” sapa Tasya yang
membuyarkan perbincangan seru di kantin pagi ini. Dia menggandeng sosok Fadil,
cowok yang menjadi tambatan hatinya sejak sebulan yang lalu. Tata, Tika, dan
Tamara tengah nongkrong di kantin pagi itu. Kedatangan Tasya malah membuat
perbincangan diantara mereka semakin seru. Keempat cewek ini memang klop. Salah
satu alasan yang membuat mereka berempat akrab sejak kelas XI adalah karena kesamaan
huruf depan nama mereka. Mereka menamakan diri sebagai TriTaTi. Fadil yang ada
disitu hanya ikut mendengarkan, juga terkadang ikut terkekeh saat TriTaTi
bercanda ria.
“ehh Tik, copot napa tuh kacamata!
Biar kelihatan cantiknya,” Fadil tiba-tiba angkat bicara di sela-sela TriTaTi
yang diam setelah capek tertawa. Tika yang merasa menjadi tujuan pembicaraan
Fadil tadi melongo untuk beberapa saat sembari menatap lekat Fadil.
“ciyee Fadil. Sebegitu perhatiannya
sama Tika. Ehem ehem,” canda Tamara. Tika adalah salah satu anggota yang bisa
dibilang paling cupu. Kacamata tebal setia membantu kerja mata indahnya.
Gayanya juga bisa dibilang agak norak, apalagi kalau dibandingkan dengan
anggota TriTaTi lainnya, gaya Tika yang paling nggak banget. Untungnya Tata,
Tamara, dan Tasya bukan termasuk orang yang pilih-pilih berteman. Apalagi Tika
adalah cewek yang pinter di sekolah jadi mereka bertiga senang saja bergaul
dengan Tika.
“Eh eh… fadil tuh bukannya terlalu
perhatian. Cuman Tika tuh emang kebangeten, polos banget, dandan dikit kek,
biar cepet laku,” Tasya nyeletuk asal. Ada sirat cemburu di wajah Tasya.
Diantara TriTaTi, emang Tikalah yang kolot, nggak pernah ngerasain yang namanya
pacaran. Bahkan jika pun ada yang mau dekat dengan dia, dia bakal menjauh
habis-habisan. Bisa dibilang awalnya terlalu pemilih yang kemudian
ujung-ujungnya udah nggak ada yang mau sama dia. Pacaran hal yang wajar bagi
remaja apalagi saat duduk di bangku SMA. ‘Masa-masa paling indah adalah
masa-masa di SMA’ katanya sih.
Bel masuk berbunyi mengakhiri
pembicaraan TriTaTi.
Tika lagi asyik-asyiknya mencari
buku di perpus siang itu. Jam istirahat baru berjalan 5 menit yang lalu. Sibuk
memilah-milah buku yang telah tersusun rapi di rak, sosok Fadil tiba-tiba juga
ada disitu. Berhadapan dengan rak tempat Tika memilah buku. Fadil hanya
tersenyum melihat Tika yang ada di depannya.
“sendirian disini Tik?” ucap fadil
yang kini ada disamping Tika. Entah apa maksud fadil yang kini beralih mencari
buku di sekitar rak tempat Tika mencari juga.
“nggak lah. Nggak sendiri kok,
rame-rame malah. Tuh ada penjaga perpus, ada temen-temen yang baca juga, ada
meja kursi yang menemani juga kok. Hehe,” Tika memang suka bercanda. Sekalipun
ia kutu buku , dengan kacamata tebalnya, namun sebenarnya dia tak suka dengan
keseriusan yang berlebihan. Dia paling pandai menyesuaikan dengan sikon
setempat.
“bisa aja kamu. Berarti aku juga
termasuk orang yang nemenin kamu disini yah?” Tika membalikkan tubuhnya dan
segera menuju bangku baca. “Fadil
mulai,” batinnya.
“ohh capek berdiri yah Tik? Disini
lebih enak juga kok. Hehe,” Fadil tiba-tiba ada di dekat Tika. Tika yang merasa
ada sesuatu yang beda dari Fadil. Yah, sebenarnya Tika sudah merasakan ada hal
aneh dari Fadil. Tatapan matanya saat di kantin tadi pagi, senyumnya, dan semua
sikapnya yang aneh di benak Tika. Fadil milik Tasya, tapi sikap Fadil padanya…
ahh, membingungkan.
Kali ini Tika berpisah dengan
ketiga kedua kawannya, si Tata dan si Tamara di depan gerbang sekolah. Bel
pulang berbunyi sekitar 15 menit yang lalu, tapi seperti yang biasa, TriTaTi
tidak segera pulang. Menunggu sekitar 15 menit bahkan bisa sampai setengah jam
pun adalah kebiasaan TriTaTi. Belum jauh langkah kaki Tika, Fadil
menghampirinya. Seuntai senyum Fadil tunjukkan saat dia sudah berdiri di
samping Tika. Tika tak menanggapinya secara serius. Dia berjalan kembali, dan
Fadil tetap mengikuti langkahnya.
“Tik, nanti malam mau nggak aku
ajakin jalan?” pertanyaan Fadil membuat pikiran Tika nggak karuan. ‘Malam ini
malam minggu, tapi kenapa Fadil justru ngajakin aku keluar? Harusnya kan malah
ngedate bareng Tasya. Kan dia pacarnya Tasya’ batin Tika. Dia menunjukkan sirat
wajah penuh tanya pada Fadil.
“Kenapa harus sama aku?”
“Ya nggak apa-apa kali. Lagian kamu
pasti kalau malam minggu jarang kan ada acara? Nggak mungkin juga kalau keluar
sama cowok, hehe,” kata Fadil yang membuat Tika sejenak cemberut. Bisa-bisanya
Fadil mengejek secara tidak langsung seperti itu, batin Tika lagi.
“ayolah, mau yah? Please! Nggak ada
yang bisa diajak lagi nih. Mau yah?”
“Sorry, aku nggak bisa,” respon
Tika singkat. Ia masih menjunjung tinggi etika persahabatan jadi ia menolak
mentah-mentah ajakan Fadil. Padahal dalam hati ia ingin, apalagi jarang-jarang
ada cowok yang mau ngajak dia jalan saat malam minggu.
“Loh kenapa Tik?” Fadil agak
berlari menghampiri Tika yang sudah jauh berjalan di depannya.
“Nggak apa-apa. Aku nggak dibolehin
keluar kalau malam minggu. Mending kamu ajakin Tasya, dia kan pacar kamu,”
dengan Acuh Tika menanggapi pertanyaan Fadil. Ia meneruskan berlari. Baru
kemarin Tika berpikir keras untuk mulai membiasakan diri dengan sosok yang namanya
cowok. Yah, ia ingin punya cowok seperti yang sering disarankan Tata dan
Tamara. Tapi sekejap ini hilang pemikiran dan prinsip itu. Fadil membuatnya
enggan melanjutkan prinsip yang mulai dipikirkannya.
“Yah.. andai aja kamu ngerti Tik,”
Fadil tampak kecewa dan hanya mampu memandangi Tika yang sudah jauh berlari.
“Tika,” sapa Fadil ketika Tika
berjalan sendirian di koridor sekolah. Bel pulang berbunyi sekitar 10 menit
yang lalu. Kali ini Tika tidak bersama 3 teman yang lainnya. Tika menghela
nafas ketika tahu yang menyapanya adalah Fadil. Benak Tika penuh dengan
pertanyaan. Kenapa dia sekarang jarang melihat Fadil bersama? Apa Tasya sama
Fadil udah putus? Tapi kenapa Tasya nggak pernah cerita kalau TriTaTi lagi
kumpul? Terus kenapa juga Fadil sekarang lebih sering mendekatinya? Ahh.. semua
pertanyaan itu begitu membingungkan.
“ikut aku yukk!” Fadil mengajak Tika.
Parahnya Fadil agak memaksa, ia menarik tangan Tika.
“ngapain kesini?” Tika masih keheranan
saat Fadil membawanya ke taman. Kacamata tebalnya tampak mengikuti kepalanya
yang menengok kanan kiri, memastikan dimana dia berada.
“Tika, mungkin kamu bakal
bertanya-tanya kenapa aku bawa kamu kesini. oke, aku mau jujur sama kamu
disini. Aku suka kamu Tik. Dari dulu aku tuh suka sama kamu,” sontak perkataan
Fadil membuat Tika terkejut. Ia bengong, tak tau apa yang harus diperbuatnya.
“apa kamu mau jadi pacarku?”
pertanyaan Fadil yang kali ini semakin membuat Tika bingung sekaligus geram.
“jadi itu maksud kamu selama ini
berusaha ngedeketin aku?
go to next..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar