Minggu, 31 Maret 2013

puisiku


Guratan Tangan Tuhan

Nafas masih enggan menjauh dari sukmaku
Sakit belum juga mengatakan permisi untuk singgah diragaku
Apalagi ruh, sudah sesak namun tetap tak beranjak
Barangkali masih terlampau hina jika hanya untuk bertemu dengan-Nya segera
Barangkali masih segumpal, selembar, sederetan
Atau entahlah..

Aku sudah meronta teman
Tidakkah kau menjamahku?
Aku sudah cukup tak berarti
Lantas masih untuk apa aku disini?
Kudamba layaknya mereka
Meski berjuang namun ada sayang
Meski lara namun sosok penguat senantiasa disampingnya

Padahal aku tak hanya mengucap
Merendah, bersujud tak luput kulakukan
Sang penguasa belum berkumandang
Entah hingga seperti apa aku nanti..


puisiku


Dalam Kesendirian

Aku belajar dari sebuah keterpurukan
Aku belajar, tentang bagaimana tetap bertahan meski dalam kelumpuhan
Aku belajar memahami arti tiap bulir air mata
Sampai nanti aku akan tetap belajar
Bagaimana harus bungkam saat tak ada yang sudi mendengar

Terlampau banyak lekuk kisah yang ingin ku bagi
Tapi aku tak lagi menutup mata
Aku tahu mereka tak pernah bergairah
Aku tahu aku tak pernah menarik bagi mereka
Hingga aral haruslah kulewati sendiri
Hingga setumpuk kesal masihlah milikku sendiri
Hingga jalan ini haruslah kunikmati sendiri
Sampai nanti diujung jalan itu


 

bukan

bukan tidak mau untuk berkecimpung dalam riuhnya organisasi
bukan tidak mau untuk dikenal karena piawai
tapi aku terlanjur takut
tak tahu pula bagaimana mengatasi ketakutanku itu

bukan tak ingin menyibukkan diri dengan segudang aktivitas
bukan tak ingin dihampiri oleh pengalaman yang tak mampu dibeli itu
bukan juga tak punya potensi
tapi aku takut
yah.. berujung pada ketakutan lagi

air mata yang lalu masih jelas
seakan ia tak pernah terhapus atau terhenti
"tidak ada yang butuh"
argumen itu yang membekukan pikirku
menghentikan langkahku, dan menggebukan pesimisku
ahh kawan,, andaikan kau bisa membantuku
andaikan kau mau untuk menghapus asumsiku
aku pasti juga bisa seperti kamu
seakan biduan yang tak mungkin tak dikenal

sudahlah, kupastikan ini langkahku
sekalipun aku benar-benar kalah olehmu
tapi hanya dalam hal ini, yah hanya dalam hal ini
aku masih punya duniaku
entahlah, walaupun hanya diam
yang pasti harus ada tindakan

Sabtu, 12 Januari 2013

hobi dikit

“Pagi semua,” sapa Tasya yang membuyarkan perbincangan seru di kantin pagi ini. Dia menggandeng sosok Fadil, cowok yang menjadi tambatan hatinya sejak sebulan yang lalu. Tata, Tika, dan Tamara tengah nongkrong di kantin pagi itu. Kedatangan Tasya malah membuat perbincangan diantara mereka semakin seru. Keempat cewek ini memang klop. Salah satu alasan yang membuat mereka berempat akrab sejak kelas XI adalah karena kesamaan huruf depan nama mereka. Mereka menamakan diri sebagai TriTaTi. Fadil yang ada disitu hanya ikut mendengarkan, juga terkadang ikut terkekeh saat TriTaTi bercanda ria.
“ehh Tik, copot napa tuh kacamata! Biar kelihatan cantiknya,” Fadil tiba-tiba angkat bicara di sela-sela TriTaTi yang diam setelah capek tertawa. Tika yang merasa menjadi tujuan pembicaraan Fadil tadi melongo untuk beberapa saat sembari menatap lekat Fadil.
“ciyee Fadil. Sebegitu perhatiannya sama Tika. Ehem ehem,” canda Tamara. Tika adalah salah satu anggota yang bisa dibilang paling cupu. Kacamata tebal setia membantu kerja mata indahnya. Gayanya juga bisa dibilang agak norak, apalagi kalau dibandingkan dengan anggota TriTaTi lainnya, gaya Tika yang paling nggak banget. Untungnya Tata, Tamara, dan Tasya bukan termasuk orang yang pilih-pilih berteman. Apalagi Tika adalah cewek yang pinter di sekolah jadi mereka bertiga senang saja bergaul dengan Tika. 

Senin, 07 Januari 2013

puisiku


Untukmu, ibuku

Esok jika mentari tak enggan tersenyum
Pertama, kuingin menemui simpul senyummu
Kuingin menggenggam hangat tanganmu
Masih mendekap erat tubuhmu

Esok jika kutemui masih tegap langkahmu
Ijinkanlah kusongsong telapak kakimu
Mengecup telapak tanganmu yang penuh goresan
Untuk sejenak wujud baktiku walau belum nyata

ibuku,,
dengarkan bisik sayangku yang masih tersedak di kerongkongan ini
masih enggan dan malu kulantangkan kata sayangku
aku masih belum mampu mengangkatmu
aku belum mampu mendirikan istana yang kau idamkan
segenting pun, satu dinding pun

tapi ku mohon ibu
bacalah tiap sirat di wajahku
dengar tiap seret langkahku
bahwa semua kulakukan demi tak susahnya dirimu
walau itu nanti
yah, belum sekarang tapi masih nanti

maafkan anakmu yang masih kerdil ini
yang belum jua berarti untuk sekeping saja hasil keringat sendiri
yang masih juga menyodorkan tangan
meminta sesuap nasi
namun janjiku ibu, akan selalu kuusap tanganmu saat lelap tlah menerpamu
tak kubiarkan walau seekor saja nyamuk itu menempel di kulitmu
ingat janjiku ibu, bingkai wajahmu selalu menghias di balik goresan tintaku
ku jadikan kau landasan disetiap langkahku
dan akan selalu kutitipkan doa senantiasa kau panjang usia
tetap menjadi primadona bersama ayah
karena kau berdua adalah segalanya

Sabtu, 05 Januari 2013

kupahami setiap lekuk jalanku
sangat berliku
kutelanjangi tiap aral yang kulihat
tetap sama, ada kabut yang tak kumengerti

mentari mungkin tak akan enggan bersinar
layaknya bumi yang masih setia berotasi
tapi aku tak sesetia bumi
aku pun tak setegar mentari
mendung hitam walau segumpal saja sudah mampu menciutkan semangatku
takkupungkiri
kelemahanku menjadi sosok yang belum mampu kucerna
layaknya perkataan mereka agar mengubahnya
kelemahanku belum mampu kubalikkan menjadi kelebihan
masih saja menjadi aral